Bogor, 05 Desember 2012
Oleh :
Adil Mahfudz Firdaus
Lunturnya
semangat kebersamaan yang digantikan dengan semangat individualisme, telah membuat
kemerosotan nilai-nilai moral bangsa. Kepedulian terhadap sesama menjadi tiada,
semua kembali kepada kepentingan individu. Kapitalisme memang dianut oleh
negara ini, akan tetapi apakah prinsip-prinsip ketimuran yang dianut bangsa
juga harus terpengaruh. Pemerintah Indonesia berbangga dengan pertumbuhan
ekonomi negara, akan tetapi kami bersedih dengan tingkat ketimpangan sosial
ekonomi yang semakin menjurang. Kami pun hanya sanggup berbagi cerita kesedihan
terhadap bangsa di warung-warung kopi dan berharap para pemegang kekuasaan
melirik mendengar suara warung kopi kami. Itu memang harapan kami sebagai warga
negara yang dilindungi atas undang-undang kewarganegaraan, antara lain
undang-undang nomor 62 tahun 1958 dan diperbaharui dengan undang-undang tahun 12
tahun 2006.
“Realitas itu tergambar dari
koefisien Gini atau indikator kesenjangan pendapatan yang memburuk. Pada 2011,
indeks Gini negara kita mencapai 0,41. Angka tersebut merupakan yang tertinggi,
setidaknya sejak 1999. Ini berarti ketimpangan pendapatan semakin lebar. Selama
1999-2010, indeks Gini Indonesia berkisar pada angka 0,32-0,37.” Kutipan dari
tempo.co terbit selasa, 18 September 2012 “Kesenjangan yang Melebar.”
Sumber
: Bappenas/Kementerian PPN
Gambar 1. Gini Rasio
(Ketimpangan di Indonesia)
Data
berdasarkan Gambar 1 dan kutipan dari tempo.co memperlihatkan kenyataan yang
ada di Indonesia saat ini. Undang-undang kewarganegaraan ataupun undang-undang
yang menjamin warga negaranya hidup dengan layak pun hanya sekedar kalimat yang
terbubuh kedalam tulisan dan buku saja. Kala harapan itu muncul, ketika itu dia
berlalu dengan cepat. Ungkapan ini berlandas pada janji-janji yang dilontarkan
ketika mereka berkampanye pada saat pemilihan. Memang mereka bertindak dan
bergerak untuk kami saat ini, tapi kami merasa ada sesuatu kekuasaan yang
menghalangi niat mereka ketika mereka terpilih..sehingga janji-janji mereka
tidak terwujud nyata. Oleh karena itu, kita harus bergerak dan bertindak
sendiri, jangan menyandarkan penuh suatu keadilan pada pemegang kekuasaan.
Mereka terlalu sibuk dengan urusan kenegaraan dan juga urusan kelompok atau
pribadi mereka. Jadi siapapun kamu, dihargai ataupun tidak dilingkungan
kamu..kamu tetap dibutuhkan. Tindakan sekecil apapun, sekedar membawakan
cangkir berisi air teh hangat pada saat rapat koordinasi pembangunan jembatan desa,
tindakan kamu luar biasa. “Mana mungkin dia mau melakukannya dengan ikhlas.”
Sumber : Bappenas/Kementerian PPN
Gambar 2. Penduduk
dibawah garis kemiskinan di Indonesia
Suatu
hal yang menggembirakan memang ketika kita melihat Gambar 2. dimana jumlah
penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan turun dari tahun ke tahun. Akan
tetapi kita tetap harus mempertimbangkan indokator-indikator lain, melihat
faktor-faktor lain, setidaknya dilingkungan sekitar kita, permasalahan
kemiskinan sebanyak 30 juta orang (tahun 2011) masih harus kita atasi. Oleh
karena itu, kami masih membutuhkan ide-ide cemerlang, semangat kebersamaan, dan
keberanian kebenaran untuk membantu sesama kita. Bukan dana, tetapi tindakan
dan hati. Awali dari tindakan besar ataupun kecil, dari warung kopi ataupun
cafe..hanya untuk melihat senyuman di wajah mereka. Saat ini mungkin hal kecil
yang bisa kami berikan, tetapi kami berharap hal kecil tersebut dapat
memberikan semangat kepada mereka yang membutuhkan untuk kembali berkarya dan
semangat kepada mereka yang berlebih untuk bersama saling berbagi. Semoga
bangsa Indonesia yang kita cintai menjadi bangsa yang bermoralkan kepedulian
terhadap sesama dan tidak lupa kepedulian terhadap lingkungan (air, udara,
tanah, tumbuhan, hewan, dan sumberdaya lainnya) yang ada disekitar kita,
sehingga Indonesia bisa menjadi negara maju yang memiliki jati diri. Salam
hangat untuk ibu pertiwi, janganlah engkau bersedih wahai ibu pertiwi..karena
jiwa dan raga kami masih ada untuk engkau Ibunda.
Salam
Lumaku Foundation
Adil M. Firdaus
Catatan : Koefisien Gini adalah ukuran yang dikembangkan
oleh statistikus Italia, Corrado Gini, dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam
karyanya, Variabilità e mutabilità. Koefisien ini biasanya digunakan untuk
mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan. (Wikipedia, 2012).
Daftar
Pustaka
Bappenas/Kementerian
PPN. http://dashboard.bappenas.go.id/view/penduduk-di-bawah-garis-kemiskinan-dan-indeks-gini.
Tempo.co.
http://www.tempo.co/read/opiniKT/2012/09/19/1932/Kesenjangan-yang-Melebar.
Wikipedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Koefisien_Gini.
0 komentar:
Posting Komentar